Beritafifa.com – Arsenal kembali harus menelan pil pahit di pentas Eropa. Mikel Arteta yakin mereka bisa menciptakan sejarah di Parc des Princes, tetapi mimpi itu pupus setelah kekalahan 1-2 dari PSG di semifinal Liga Champions. Arsenal tampil solid, namun ketajaman dan pengalaman PSG menjadi pembeda.
Kekalahan ini memperpanjang catatan buruk Arsenal di babak semifinal kompetisi besar, sekaligus menegaskan status mereka sebagai “tim yang nyaris”—pernah bersaing, tetapi selalu gagal di momen krusial. Sejak terakhir kali menjuarai FA Cup pada 2020, Arsenal belum lagi merasakan trofi.
Dengan kualitas pemain seperti Declan Rice, Bukayo Saka, dan Martin Ødegaard, Arteta tak punya alasan untuk terus menunda kesuksesan. Target sekarang adalah finis di lima besar Premier League demi mengamankan tiket Liga Champions musim depan. Arsenal harus bangkit dan membuktikan bahwa mereka bukan sekadar “hampir”, tapi tim yang layak juara.
Arsenal terakhir menjuarai Premier League tahun 2004, sudah 21 tahun berlalu. Tiga tahun terakhir Arsenal hampir juara, tapi nyaris tidak pernah dihitung. Musim ini, Arsenal mencapai semifinal Liga Champions, tapi kembali gagal, dan lagi-lagi nyaris.
Penampilan Yang Solid Namun Kurang Tajam
Arsenal menunjukkan karakter tangguh di Parc des Princes dengan memberikan perlawanan sengit. Bukayo Saka dan Martin Ødegaard terus mengancam lewat kreativitas mereka, namun ketajaman di lini depan masih menjadi masalah. Performa gemilang Gianluigi Donnarumma di bawah mistar PSG semakin mempersulit upaya The Gunners untuk membongkar pertahanan tuan rumah.
Dua gol Fabian Ruiz dan Achraf Hakimi menjadi pukulan telak, meski Arsenal sempat membalas lewat Saka di akhir laga. Kekalahan agregat 3-1 ini mengulangi nasib Manchester City dan Aston Villa, yang juga takluk dari PSG di turnamen ini.
Mikel Arteta mengakui timnya pantas mendapatkan lebih, tetapi di level semifinal Liga Champions, detail kecil seperti efektivitas di kotak penalti menjadi penentu. Arsenal harus belajar dari kegagalan ini—tidak cukup sekadar bermain baik, mereka harus lebih klinis dan cerdas di momen-momen krusial. Tantangan berikutnya: memastikan kembali ke kompetisi elit Eropa musim depan lewat jalur Premier League. The Gunners tak boleh lagi puas hanya menjadi “hampir juara”.
Sudah 5 Tahun Tanpa Meraih Gelar, Tekanan ke Arteta Makin Besar
Sejak terakhir kali mengangkat FA Cup 2020, Arsenal belum lagi merasakan manisnya trofi. Meski menunjukkan perkembangan positif di bawah Mikel Arteta, termasuk finis sebagai runner-up Premier League musim lalu, klub dengan ambisi sebesar Arsenal jelas membutuhkan gelar nyata sebagai bukti kesuksesan. Tanpa pencapaian konkret, progres yang dibangun hanya akan terasa seperti “hampir menang”—sebuah narasi yang mulai membuat fans frustrasi.
Dukungan manajemen kepada Arteta memang masih kuat, tetapi kesabaran para pendukung tidaklah tak terbatas. Dengan diperkuatnya skuad oleh nama-nama kelas dunia seperti Declan Rice, Kai Havertz, dan William Saliba, ekspektasi pun melambung tinggi. Arsenal kini memiliki tim yang cukup matang dan berbakat—tiba saatnya untuk mengubah potensi itu menjadi trofi. Jika tidak, proyek Arteta bisa saja dipertanyakan, karena fans The Gunners pantas menuntut lebih dari sekadar janji akan masa depan yang cerah.
“Kami punya fondasi tim yang kuat, tapi tim besar harus menang. Itu tantangan kami ke depan,” ujar Arteta usai laga. Musim depan, tuntutan akan lebih besar.
Kembali Fokus ke Premier League
Dengan tersingkir dari Liga Champions, fokus Arsenal kini hanya tertuju pada satu tujuan: memastikan finis di lima besar Premier League. Meski saat ini berada di peringkat kedua, persaingan ketat dengan Manchester City, Liverpool, dan Aston Villa membuat situasi masih rentan. Setiap poin akan sangat berharga hingga akhir musim, dan The Gunners tidak boleh lagi tergelincir jika ingin mengamankan tiket kompetisi Eropa musim depan.
Kekalahan dari PSG harus menjadi katalis perubahan. Bukayo Saka, Martin Ødegaard, dan kolega harus meningkatkan efisiensi di depan gawang, sementara Mikel Arteta perlu mengevaluasi strategi dalam laga-laga besar yang kerap menjadi batu sandungan. Musim depan bisa menjadi ujian terbesar sang manajer—jika Arsenal kembali gagal meraih trofi atau bahkan kehilangan tempat di Liga Champions, spekulasi tentang masa depan Arteta tak terhindarkan. Proyek kebangkitan Arsenal harus segera membuahkan hasil nyata.
Jangan lewatkan Berita update lainnya hanya di Beritafifa.